Kamis, 04 Oktober 2012

Sabtu, 09 Juni 2012

ZIARAH PARA WALI












Wisata
Para Wali AllahZiarah




Assalamu’alaikum, Wr. Wb.                                                                                                      

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan berbagai nikmat kepada kita, sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda alam Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta kita selaku umatnya.

Dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dan mempererat ukhuwah islamiyyah. DKM Al-Hidayah bermaksud mengadakan wisata ziarah ke maqam para wali Allah di daerah sekitar Banten. Adapun tujuan ziarahnya sebagai berikut:

No
Tujuan Ziarah
Tempat
1.
Sultan Maulana Hasanudin
Banten Lama
2.
Syekh Muhammad Soleh
Gunung Santri (Cilegon)
3.
Syekh Asnawi
Labuan-Pandeglang
4.
Syekh Muhammad Mansyur
Cikaduen-Pandeglang
5.
Batu Qur’an
Cibulakan-Pandeglang

Hari, Tanggal                   : Minggu, 1 Juli 2012
Waktu Pemberangkatan    : Pukul 06.30 WIB
Tempat Pemberangkatan  : Lapangan Bola Rajeg Rajawali
Biaya                              : Rp. 120.000,-
Fasilitas                          : 1. Bus full AC
                              2. Panduan Ziarah
                              3. P3k dan obat-obatan
                              4. Snack

Bagi jama’ah yang berminat untuk mengikuti kegiatan tersebut daftarkan diri Anda kepada:
1.      Ust. Ahmad Idris                  085 888 111 908
2.      Bapak Kasni                        081 316 032 474
3.      Bapak Wanto                       081 380 682 991      

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Rajeg, 26 April 2012
Ketua Rombongan



Ust. Ahmad Idris
               

INFO RAJABAN

HADIRILAH
PERINGATAN ISRA WAL MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW


Kepada seluruh kaum muslimin wal muslimat warga perum Bumi Anugerah Sejahtera. Dalam rangka memperingati Isra Wal Mi’raj Nabi Muhammad SAW di Musholla Al-Hidayah BAS, kami segenap pengurus DKM mengajak DAN memberitahukan kepada Bapak/Ibu/Saudara/I untuk bersama-sama berkumpul dan mengikuti perayaan kegiatan tersebut pada:

Hari, Tanggal          : Sabtu, 16 Juni 2012
Waktu                   : Pukul 19.30 s/d selesai
Tempat                  : Musholla Al-Hidayah BAS

Bagi Bapak/Ibu/Saudara/I yang berkenan memberikan sumbangan (shodaqoh) kami terima dalam bentuk apapun, dan kami tunggu pada hari Sabtu, 16 Juni 2012 ba’da shalat ‘Ashar.

Demikian informasi ini kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat.
                                                                                                                                             

Kamis, 31 Mei 2012

Persamaan dan Perbedaan Sholat 4 Mazhab


Persamaan dan Perbedaan Sholat 4 Mazhab
Hasil kajian Pengajian Bulanan
Musholla Al-Hidayah BAS

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Bismillahirahmanirahim

Mukaddimah
Shalat merupakan rukun kedua dari lima rukun Islam. Umat Islam sepakat bahwa menjalankan ibadah shalat 5 waktu (subuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya’) adalah kewajiban. Tapi ternyata banyak perbedaan dalam menjalankan ibadah shalat, meskipun hukumnya sama-sama wajib.

Isi:
Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban shalat wajib lima waktu atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan syahadat, karena shalat termasuk salah satu rukun Islam.
Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib.

Syafi’i, Maliki dan Hambali: Harus dibunuh,
Hanafi: ia harus ditahan selama-lamanya, atau sampai ia shalat.

Rukun-rukun dan Fardhu-fardhu Shalat:
1.    Niat: semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah diminta.

Ibnu Qayyim berpendapat  dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali.

2.    Takbiratul Ihram: shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain  perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah salam.”
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya.

Syafi’i: boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lam pada kata “Akbar”.

Hanafi: boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia).

Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab).
Hanafi: Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab.

Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli.

3.    Berdiri: semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi. Hanafi berpendapat: siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat. Dan bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.
Hanafi: bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya. Maliki: bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan  lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.

4.    Bacaan: ulama mazhab berbeda pendapat.
Hanafi: membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20: ”Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah).
Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan adalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya.

Syafi’i: membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pada shalat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pada rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri.

Maliki: membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu.

Hambali: wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar.

Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus mengucapkan amin.”
Ada beberapa kata yang mirip untuk kata “Aamiin“.
a. Ø£َÙ…ِÙŠْÙ†ٌ (a:pendek, min:panjang), artinya: orang yang amanah atau terpercaya’.
b. Ø£ٰÙ…ِÙ†ْ (a:panjang, min:pendek), artinya: berimanlah atau ‘berilah jaminan keamanan’.

Ketika shalat, kita tidak boleh membaca “Amin” dengan dua cara baca di atas.

c. آمِّÙŠْÙ†َ (a:panjang 5 harakat, mim: bertasydid, dan min: panjang), artinya: orang yang bermaksud menuju suatu tempat.
Ada sebagian ulama yang memperbolehkan membaca “Amin” dalam shalat dengan bentuk bacaan semacam ini. Demikian keterangan Al-Wahidi. Imam An-Nawawi mengatakan, “Ini adalah pendapat yang sangat aneh. Kebanyakan ahli bahasa menganggapnya sebagai kesalahan pengucapan orang awam. Beberapa ulama mazhab kami (Mazhab Syafi’i) mengatakan: Siapa saja yang membaca ‘Amin’ dengan model ini dalam shalatnya maka shalatnya batal.’” (At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, hlm. 134)
d.    Ø£ٰÙ…ِÙŠْÙ†َ (a: panjang 2 harakat karena mengikuti mad badal, min: panjang 4–6 harakat karena mengikuti mad ‘aridh lis sukun, dan nun dibaca mati), artinya ‘kabulkanlah’. Inilah bacaan “Amin” yang benar.
Cara Mengucapkan “Amin”
Al Imam An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah mengatakan ada 4 cara mengucapkan amin.
a.    Dengan memanjangkan hamzah dan memendekkan mim (Aamin). Beliau mengatakan inilah cara mengucapkan yang paling fasih.
b.    Dengan memendekkan hamzah dan mim (amin). Beliau mengatakan dua cara baca ini adalah dua cara baca yang paling terkenal.
c.    Dengan imalah dan memanjangkan diantaranya (ameen). Al Wahidi meriwayatkan cara baca ini dari Hamzah, demikian juga Al Kisa’i meriwayatkan cara membaca ini.
d.    Dengan mentasdid mim dan memanjangkannya (Ammiin). Al Wahidi meriwayatkan cara membaca ini dari Al Hasan dan Al Husain bin Fadhl.

5.    Ruku’: semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak.

Hanafi: yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain: wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika ruku’.

Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan: Subhaana rabbiyal ’adziim
Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung

Hambali: membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. Kalimatnya:
Subhaana rabbiyal ’adziim Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung

Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.
Mazhab-mazhab yang lain: wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan:
Sami’allahuliman hamidahAllah mendengar orang yang memuji-Nya”.

6.    Sujud: semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setipa rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya.

Maliki, Syafi’i, dan Hanafi: yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah.
Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi delapan. Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud.

Hanafi: tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu.
Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud.

7.    Tahiyyat: tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian: pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat.
Hambali: tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain: hanya sunnah.

Syafi’i, dan Hambali: tahiyyat terakhir adalah wajib.
Maliki dan Hanafi: hanya sunnah, bukan wajib.

Kalimat tahiyyat menurut Hanafi:
Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu
Kehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera
’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya

Menurut Maliki
Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah
Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi Allah
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya

Menurut Syafi’i:
Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah
Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya

Menurut Hambali:
Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu
Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Allahumma sholli ’alaa muhammad
Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad”.

8.                8.    Mengucapkan Salam
Syafi’i, Maliki, dan Hambali: mengucapkan salam adalah wajib.
Hanafi: tidak wajib. (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).

Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu:
Assalaamu’alaikum warahmatullaahSemoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian

Hambali: wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.

9.    Tertib: diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan dari sujud, begitu seterusnya.

10.     Berturut-turut: diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-ayat, kalimat-

Wallahu a’alam bisshawab
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Daftar Pustaka:
1.    Al-Qur’an
2.    Al-Hadits
3.    Muhiddin Abi Zakaria Bin Syarif An-Nawawi “Al-Adzkar”.
4.     Zaenuddin Al-Marabari ”Fathul Mu’in”.
5.    Mughniyah, Muhammad Jawad. ”Fiqih Lima Mazhab”.
6.    Abdul Wahhab Bin Ahmad Bin Ali Al-Anshori “ MiZanul Kubro”


Pengurus Forum Ilmu dan Kajian Ajaran Islam (AL-FIKRI)
MUSHOLLA AL-HIDAYAH BAS

Penanggung Jawab: Bapak Kasni
                           (Ketua DKM Al-Hidayah BAS)
Ketua                : Bapak Ust. Ahmad Idris
Sekretaris          : Bapak Wanto
Bendahara          : Bapak Syafe’i
Anggota             :
1.  Bapak Ust. Abdul Syukur
2.  Bapak Ust. Asep Sugara
3.  Bapak Ust. Suhaefi
4.  Bapak Ust. Agung

Kritik dan saran untuk kesempurnaan harap dikirim melalui sms ke No. 081316032474, 085888111908